Pelaku UKM di Tengah Wabah
Bekerja dalam diam. Tetap tampak asyik dan menikmati hidup. Masih tetap posting makanan. Apakah tidak ada beban? Apakah tidak punya hutang? Apakah usahanya tidak terdampak?
Tentu saja terdampak. Tapi apakah harus ikutan mengeluh? Pelaku UKM terdidik secara mandiri dan terus mandiri. Nyaris belum pernah ada UKM demo.
Bahan baku naik, usaha sepi, pesaing menjamur tetap disikapi dengan kreatif dan penuh penghayatan. Tak harus koar-koar, baper apalagi demo. Kebanyakan pelaku UKM akan menganggap demo adalah salah satu cara membuang-buang waktu.
Saat ini memutar otak, banting setir, pivot atau apalah namanya, dilakukan oleh sejumlah pelaku UKM agar usahanya tetap jalan, karyawan tetap gajian, tidak ada yang dirumahkan agar Lebaran bisa bersenang.
Padahal, kalau mau tutup usahanya, tinggal tutup aja. Cadangan tiga bulan ke depan bisa jadi sudah ada. setidaknya bisa jual aset.
“Maaf, karena usaha ini sepi, mulai besok Senin kalian di rumah saja. Toko akan kita tutup sampai batas waktu yang belum saya ketahui. Saya tidak sanggup membayar gaji kalian sementara omzet sepi. Maaf… :(”
Itulah penggalan kalimat getir yang saat ini sedang dihindari sejumlah pelaku UKM.
Banting setir, ganti model bisnis, ganti kemasan, ganti target market adalah jalannya. Bahkan ada juga yang benar-benar ganti bisnis agar karyawan tidak ada yang dirumahkan.
Apalagi nggak ada dua minggu lagi memasuki bulan puasa, lalu Lebaran. Tentu semua ingin dapat merayakannya dengan suka cita, tentu itu butuh biaya. Meski dalam keterbatasan dan pembatasan sosial.
Sejumlah pelaku UKM juga menghindari memecat karyawan agar mereka tetap mendapat THR, bagaimanapun caranya. Karena THR itu sangat bermanfaat. Toh, pelaku UKM juga pernah jadi karyawan dan merasakan THR.
Sementara itu pembatasan sosial terjadi dimana-mana. Sejumlah kota malah sudah berskala besar. Otomatis, mobilitas manusia berkurang, lalu lintas berkurang. Dampaknya juga tidak sedikit.
Memang, ada juga UKM yang malah overload karena barang dagangannya justru diperlukan di saat-saat seperti ini. Tentu saja diikuti oleh pedagang musiman lain yang ikutan meraup untung. Ada yang untung sewajarnya, namun ada juga yang ambil untung berlipat-lipat karena memanfaatkan demand, melupakan humanismenya.
Bahkan, tak sedikit yang menimbun barang hingga memalsukannya.
Oknum UKM seperti itulah yang merusak ekosistem dan sistem pasar.
Kini, semua berharap agar pandemi ini segera berakhir dan semua berjalan normal seperti sedia kala.